Childhood Life
Aku lahir di bulan awal Juli, berasal dari keluarga sederhana. Yang aku ingat dari masa kecilku, aku tinggal di sebuah rumah yang tidak terlalu besar tapi juga tidak kecil, cukup deh buat tinggal berlima (berenam sama ART). Sejak aku kecil kami berlima selalu tidur di satu kamar beda kasur. Saat itu keluargaku bisa dibilang berkecukupan, kami ada mobil yang bisa dipakai untuk jalan jalan bareng dan belakangan aku baru tahu kalo itu mobil investasi kantor papiku 😄 Dari kecil semua yang aku mau atau aku inginkan gak selalu diturutin. Mamiku mengajarkan kalo aku menginginkan suatu barang dan butuh, aku bisa pinjam uang ke mamiku dulu yang nantinya aku cicil dengan uang sakuku. Entah didikan seperti itu benar atau salah, tapi yang pasti aku emang gak jadi anak manja sih. Aku sering bertengkar dengan kakak dan adiku, ya mungkin saat itu masalahnya emang sepele tapi ya tau sendiri lah ya kalo punya saudara tu gimana hahahha... 😂
Aku punya tante (adik dari mamiku) yang cukup berada. Tiap liburan sekolah kami pasti diajak pergi jalan- jalan ke Surabaya, Jakarta, Bandung dan tempat lainnya plus diberi uang saku. Tiap weekend aku dan kakak ku selalu menginap di rumah tanteku ini. Tanteku memiliki empat anak perempuan, rumah besar, mobil banyak karena dia memiliki usaha jasa angkutan penumpang 🤠Nenek ku juga tinggal di rumah tanteku ini.
Suatu hari papiku yang ngirit ngomong ini, mengumpulkan kami untuk mengatakan suatu hal. Intinya sih papiku terlilit hutang main judi, dia pake uang kantor, dan saat itu ia terancam dipenjara kalo dia tidak keluar dari perusahaanya dan mencicil hutangnya dengan cara menjual rumah warisan orang tuanya, rumah masa kecilnya. Disitu karena aku masih kecil jadi aku gak paham apa maksud dari itu semua. Tapi baru pertama kali itu aku melihat papiku menangis, menyesali semua yang dia lakukan. Beruntung ada tanteku. Dia mau membantu keluargaku untuk tinggal di rumah baru yang lebih layak. Papiku sempat menganggur selama beberapa bulan dan itu membuat mamiku emosi. Samar samar aku bisa mengingat mamiku mengucapkan kata cerai. Kembali lagi saat itu aku gak paham apa artinya karena aku masih terlalu kecil. Tapi aku tahu kalo mereka bertengkar karena aku melihat mamiku menangis. Mungkin ini krisis terbesar yang pernah terjadi dalam hidup mereka.
Di sekolah nilaiku rata-rata aja. Gak terlalu pinter atau bodo-bodo amat. Mamiku lebih yakin sama aku daripada kakak ku. Yakin dalam artian aku bisa membereskan semua masalahku sendiri dan mamiku tidak perlu khawatir kalo aku ketinggalan tugas atau pelajaran. Aku sering melihat kakak ku dimarahi oleh mamiku karena dia tidak benar mengerjakan PR atau tidak bisa menghafal pelajaran untuk ulangan. Sakit hati pertama kali adalah saat aku kehilangan kepercayaanku kepada mamiku karena dia mengatakan sesuatu hal yang sudah aku peringatkan untuk dirahasiakan dari keluarga besar. Sebenarnya masalahnya apa aja aku udah gak inget. Harusnya bukan masalah besar sih ya, karena saat itu aku masih SMP. What biggest problem that Junior School can have? Hahah... 😂 Semenjak saat itu aku gak pernah cerita apa pun ke mamiku. Dan aku jadi lebih percaya sama teman sekolahku. Aku jadi sering berdiam diri, menyimpan semuanya sendiri. Itu semua aku lakukan karena aku merasa kosong dihatiku. Aku merasa orang terdekatku menghianatiku dan meninggalkan luka yang sangat dalam.